Utbah bin Ghazwan

Diantara Muslimin yang lebih dulu masuk
Islam, diantara Muhajirin yang pertama yang
hijrah ke Habsyi, kemudian ke Madinah dan
diantara pemanah pilihan yang tak banyak
jumlahnya yang telah berjasa besar dijalan
Allah, terdapatlah seorang laki-laki yang
berperawakan tinggi dengan muka bercahaya
dan rendah hati, namanya ‘Utbah bin
Ghazwan.
Ia adalah orang ketujuh dari kelompok tujuh
perintis yang berbaiat menjabat tangan kanan
Rasulullah saw dengan tangan kanan mereka
untuk bersedia menghadapi orang-orang
Quraisy yang sedang memegang kekuatan
dan kekuasaan serta gemar menuruti hawa
nafsu angkara.
Pada hari-hari pertama dimulainya dakwah,
dan pada hari penderitaan dan kesukaran,
‘Utbah bersama kawan-kawannya telah
memegang teguh suatu prinsip hidup yang
mulia yang kemudian kelak menjadi bekal dan
makanan bagi hati nurani manusia dan akan
berkembang menjadi luas melalui
perkembangan masa.
Sewaktu Rasulullah saw menyuruh sahabat-
sahabat nya hijrah ke Habsyi, maka ‘Utbah
pun termasuk diantara orang-orang
Muhajjirin itu. Tetapi kerinduan kepada Nabi
saw tidak membiarkannya untuk menetap
disana, segeralah ia menjelajahi daratan dan
mengarungi lautan untuk kembali ke Mekkah,
lalu tinggal disana disamping Rasulullah saw
hingga datang saatnya hjijrah ke Madinah,
maka ‘Utbah pun hijrah bersama kaum
Muslimin lainnya.
Dan semenjak orang-orang Quraisy
melakukan gangguan dan melancarkan
peperangan, ‘Utbah selalu membawa panah
dan tombaknya. Ia melemparkan tombaknya
dengan ketepatan yang luar biasa, dan
bersama kawan-kawannya, orang-orang
mukmin lainnya ia menggunakan panah itu
untuk menghancurkan alam hidup dan
berpikir using dengan segala berhala dan
segala kebohongannya.
Di waktu Rasulullah saw yang mulia wafat
menemui Rabb Yang Maha Tinggi, ia belum
lagi hendak meletakkan senjatanya, bahkan ia
selalu berkelana untuk berperang di muka
bumi. Dan ketika berhadapan dengan tentara
Persi, ia melakukan perjuangan yang tiada
taranya.
Amirul Mukminin ‘Umar mengirimkannya ke
Ubullah untuk membebaskan negeri itu dan
membersihkan buminya dari orang-orang
persi yang menjadikannya sebagai batu
loncatan untuk menghancurkan kekuatan
Islam yang sedang maju melintas wilayah-
wilayah kerajaan Persi, serta untuk
membebaskan negeri Allah dan hamba Nya
dari cengkeraman penjajahan mereka. Dan
berkatalah ‘Umar kepadanya sewaktu
melepaskannya bersama tentaranya,
“berjalanlah anda bersama anak buah anda
hingga sampai batas terdekat negeri Persi!
Pergilah dengan restu Allah dan berkah Nya!
Serulah ke jalan Allah siapapun yang mau dan
bersedia. Dan siapa yang menolak hendaklah
ia membayar pajak. Dan bagi setiap
penantang maka pedanglah bagiannya tanpa
pandang bulu. Tabahlah menghadapi musuh
serta bertakwalah kepada Allah.
Pergilah ‘Utbah memimpin pasukannya yang
tidak seberapa besar hingga sampai ke
Ubullah. Ketika itu orang-orang Persi telah
menyiapkan bala tentara mereka yang terkuat.
‘Utbahpun menyusun kekuatannya dan
berdiri di muka pasukannya sambil
membawa tombak di tangannya yang belum
pernah meleset dari sasarannya semenjak ia
berkenalan dengan tombak. Ia berseru di
tengah-tengah tentaranya, “Allahu Akbar,
shadaqa wa’dah, Allah Maha Besar, Dia
menepati janjiNya.”
Dan seolah-olah ia dapat membaca apa yang
akan terjadi, karena tak lama setelah terjadi
pertempuran kecil, Ubullah pun menyerah
dan daerahnya dibersihkan dari tentara Persi.
Sedangkan penduduknya terbebas dari
kekejaman yang selama ini mereka rasakan
tak ubahnya seperti neraka, dan benarlah
Allah yang Maha Besar itu telah menepati
janji-Nya!
Di tempat berdirinya Ubullah itu, ‘Utbah
membangun kota Bashrah dengan dilengkapi
saran perkotaan termasuk sebuah masjid
besar. Dan sekarang ia bermaksud
meninggalkan negeri itu dan kembali ke
Madinah, menjauhkan diri dari urusan
pemerintahan, tapi Amirul Mukminin ‘Umar
keberatan dan menyuruhnya untuk tetap
disana.
‘Utbah pun memenuhi keinginan khalifah,
membimbing rakyat melaksanakan sholat,
member pengertian dalam soal agama,
menegakkan hukum dengan adil, serta
member contoh teladan yang sangat teladan
tentang kezuhudan, wara’ dan
kesederhanaan. Dengan tekun dikikisnya
kemewahan dan sikap berlebih-lebihan sekuat
dayanya, sehingga hal itu menjengkelnya
yang dipengaruhi oleh nikmat kesenangan
dan hawa nafsu.
Pada suatu hari, ‘Utbah pun berdiri berpidato
di tengah-tengah mereka, ia berkata, “Demi
Allah, sesungguhnya telah kalian lihat aku
bersama Rasulullah saw sebagai salah
seorang kelompok tujuh yang tak punya
makanan kecuali daun-daun kayu, sehingga
bagian dalam mulut kami pecah-pecah dan
luka-luka! Di suatu hari aku memperoleh
rezeki berupa sehelai baju burdah, lalu
kubelah dua, yang sebelah kuberikan kepada
Sa’ad bi Malik dan sebelah lagi kupakai untuk
diriku.
‘Utbah sangat menakuti dunia yang akan
merusak agamanya, dan ia pun menakuti hal
yang serupa terhadap kaum Muslimin. Karena
itu, ia selalu membimbing mereka kepada
kesederhanaan dan hidup bersahaja. Banyak
orang yang mencoba hendak mengubah
pendiriannya dan membangkitkan dalam
jiwanya kesadaran sebagai penguasa serta
hak-haknya sebagai seorang penguasa,
terutama di negeri-negeri yang raja-rajanya
belum terbiasa dengan zuhud dan hidup
sederhana, sementara penduduknya
menghargai tanda-tanda lahiriah yang
berlebihan dan gemerlapan terhadap hal-hal
ini, ‘Utbah menjawabnya dengan ucapan,
“Aku berlindung diri kepada Allah dari
sanjungan orang terhadap diriku, karena
kemewahan dunia, tetapi kecil di sisi Allah.”
Dan tatkala dilihatnya rasa keberatan pada
wajah-wajah orang banyak karena sikap
kerasnya untuk membawa mereka kepada
kewajaran dan hidup sederhana, ia pun
berkata kepada mereka, ”besok lusa akan
kalian lihat pimpinan pemerintahan dipegang
oleh orang lain menggantikan aku”
Dan datanglah musim haji, diwakilkannya
pemerintahan Bashrah kepada salah seorang
temannya, kemudian ia pergi menunaikan
ibadah haji sewaktu ia telah menunaikan
ibadahnya, ia pun berangkat ke madinah, dan
disana ia memohon kepada Amirul Mukminin
agar diperkenankan mengundurkan diri dari
pemerintahan.
Tetapi ‘Umar tidak hendak menyia-nyiakan
corak kepribadian dari orang-orang zuhud
seperti ini yang menjauhkan diri dari barang
yang amat didambakan yang menjadi incaran
orang-orang lain. Beliau pernah berkata
kepada mereka, “apakah kalian hendak
menaruh amanah diatas pundakku, kemudian
kalian tinggalkan aku memikulnya seorang
diri? Tidak! Demi Allah tidak kuizinkan untuk
selama-lamanya!”
Dan demikian lah pula yang diucapkannya
kepada ‘Utbah bin Ghazwan, sehingga
karenanya, mau tak mau ‘Utbah harus patuh
dan taat. Maka ia pergi menuju kendaraannya
dan menungganginya kembali ke Bashrah.
Tetapi sebelum naik keatas kendaraan itu, ia
menghadap kearah kiblat, lalu mengangjkat
kedua telapak tangannya yang lemah lunglai
itu ke langit sambil memohon kepada Allah
‘Azzawajalla agar ia tidak dikembalikan ke
Bashrah dan tidak pula kepada pimpinan
pemerintahan untuk selama-lamanya dan
doanya pun dikabulkan oleh Allah sewaktu ia
dalam perjalan ke wilayah pemerintahannya
maut datang menjemputnya. Roh nya naik ke
pangkuan ciptaannya, bersuka cita dengan
perngorbanan, darma baktinya, kezuhudan
dan kesahajaan. Begitupun karena nikmat
yang telah disempurnakan Nya dan oleh
karena pahala yng telah disediakan-Nya untuk
dirinya.
Dikutip dari : Serial Karakteristik Perihidup 60
Sahabat Rasulullah

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »
gholextrezz@gmail.com. Diberdayakan oleh Blogger.

Arsip Blog

Toad Jumping Up and Down

Pengikut